POTONG SUBSIDI DENGAN MINYAK GORENG
https://www.apdesinews.com/2018/12/potong-subsidi-dengan-minyak-goreng.html
Arie
Wicaksono
Indonesia merupakan Negara
kepulauan dengan jumlah 13.644 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang kedua
didunia setelah kanada sepanjang 99.030 Km, serta luas lautan 1,9 juta Km2
berdasarkan data dari siaran pers Kementrian dan Kelautan Nomor
: SP. 47 /DJPRL.0/I/2018,
memjadikan Indonesia sebagai potensi penghasil bahan pangan dan eksport sector
perikanan meningkat. Namun konsumsi masyarakat untuk hasil perikanan tergolong
masih rendah apabila dibandingkan Negara tetanga seperti singapura
80 kilogram per kapita per tahun, Malaysia 70 kilogram per kapita per tahun,
Jepang itu hampir 100 kilogram per kapita sedangkan Indonesia hanya 41 kilogram perkapita (diambil dari data deti finance 14 Mei 2017
oleh Ardhan Adi Chandra). Beberapa
nelayan di Jawa tengah menyebutkan bahwa angka tangkapan mereka turun, sehingga
berakibat pada meningkatnya harga jual hasil tangkapan mereka. Harga jual yang
semakin naik menyebabkan menurunnya daya konsumsi masyarakat, salah satu upaya
yang ditawarkan disini upaya kemandirian energi, untuk menunjang daya beli
sector perikanan.
Kemandirian energi adalah pengolalan energy berasas dan bertujuan berdasarkan asas kemanfaatan, efisiensi berkeadilan, peningkatan
nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi
lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan
kemampuan nasional.
Seperti upaya yang dilakukan oleh Bank Sampah Indria Jaya yang berada di
kelurahan Kalipancur, kecamatan Ngaliyan, Mereka menerima
penjualan minyak goreng bekas atau jelantah dari warga yang umumnya ibu rumah
tangga. Satu botol isi 1,5 liter untuk beli dihargai Rp 3.500 sedangkan Bank
Sampah menjualnya kembali seharga Rp 4.500- 5.000 dari hasil wawancara yang telah dilakukan ke petugas
bank sampah, Dimana keuntungan penjualan
minyak jelantaah untuk operasional
bank sampah sendiri. Selanjutnya limbah minyak goreng ini dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembutan Biosolar. Minyak goreng bekas memiliki potensi
sebagai bahan baku biosolar karena kandungan trigliserida yang cukup besar
80-95% tergantung sumber bahan baku, trigliserida yang selama ini menjadi biang
penyumbatan pembuluh darah dan pencemaran lingkungan apabila dibuang di
lingkungan, akan lebih bermanfaat apabila diolah menjadi bahan bakar yang biasa
disebut biosolar.
Beberapa penilitian yang sudah dilakukan
menyebutkan hasil pembuatan biosolar dari bahan baku minyak goreng memiliki
kualitas yang sama dengan solar dari bahan bakar solar menurut SNI 7182:2015.
Biosolar dari minyak goreng bekas tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk
pengerak mesin-mesin yang membutuhkan bahan bakar solar disekitar sehingga
dapat menurunkan biaya operasional proses dan menurunkan harga jual produk,
ketimbang mengandlakan harga solar dipasaran yang fluktuatif. selain
menghasilkan biosolar hasil reaksi tersebut menghasilkan gliserin atau gliserol
bahan ini merupakan salah satu bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan sabun, kosmetik atau bahan tambahan pembuatan obat di industry farmasi,
satu kali proses double manfaat diraih.
Hal serupa yang dilakukan
bank sampah indria jaya di semarang bisa diterapkan pada kamonitas lainya,
dalam hal ini saya membayangkan apabila penerapanya dikampung nelayan tidak
hanya local namun perkampungan nelayan
seluruh Indonesia, dimana dilakukan pengeloaan terhadap sampah atau limbah
hasil minyak goreng hasil memasak di rumah tangga dan dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan biosolar dan hasil dari biosolar digunakan sebagai bahan
bakar motor nelayan mencari ikan, sehingga tidak tergantung kepada pengaruh
harga solar yang cendurung naik dan ketersediaannya susah didapatkan. Dari
kemandirian energy tersebut maka harga jual ikan semakin mudah dikendalikan dan
dapat menurunkan harga jual hasil laut, dengan terjangkaunya hasil laut
tersebut maka konsumsi masyarakat akan hasil laut bertambah, pasokan gizi akan
omega 3 meningkat kecerdasan bangsa meningkat.
Bayangkan apabila seluruh Indonesia mampu
menerapkan hal tesebut, total konsumsi bahan bakar solar pada tahun 2016 adalah
sebesar 16,2 juta kiloliter dengan 7,4% atau sekitar 1,2 juta kilo liter
meruapakan subsidi dari pemerintah (Jakarta Raya, Sri Mas Sari 2 agustus 2017)
. Apabila kita dapat menafaatkan 30 % (4,86 juta kiloliter) sehingga total
konsumsi menurun menjadi 11,34 juta kiloliter dan subsidi 839 ribu kilo liter
sehingga ada selisih sekitar 400 ribu kiloliter BBM solar subsidi yang dihemat
Rp.4.000.000.000.000 empat trilyun rupiah (asumsi harga solar non-subsidi).
Dengan jumlah sebanyak tersebut maka keuangan Negara dapat dialihkan kepada
pembangunan infrastruktur umum seperti sekolah, rumah sakit yang kemanfataannya
untuk masyarakat lebih terasa. Di perkirakan 11-12 tahun kedepan produksi
minyak bumi akan habis menurut wakil mentri ESDM, sehingga perlu diupayakan
untuk mencari alternatif bahan bakar sejak sekarang, tidak perlu harus menunggu
program pemerintah, perubahan tersebut harus dimulai dari pribadi kita
masing-masing.
Oleh : Arie
Wicaksono
Mahasiswa Magister Energi -Universitas Diponegoro