TERKENDALA PEMASARAN, OMSET BUDIDAYA JAMUR BONGGOL JANGUNG MENURUN
https://www.apdesinews.com/2019/01/terkendala-pemasaran-omset-budidaya.html
APDESINEWS.COM- Usaha budidaya jamur janggel (bonggol) jagung yang dilakukan warga Dusun Mojo Kulon, Desa Banjarejo, Kecamatan Banjerejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah mengalami kesulitan pemasaran. Selain itu harga jualnya makin menurun sejak satu tahun terakhir.
Harapan warga setempat meraup untung untuk mendapatkan nilai tambah penghasilan keluarga kini nyaris pupus dan mulai ditinggalkan.
Mohammad Aminudin, salah seorang perangkat Dusun Mojo Kulon Desa Banjarejo mengemukakan, budidaya jamur janggel pertama kali dirintisnya tahun 2017 setelah memperoleh informasi melalui internet.
Kemudian, karena dinilai prospektif, hampir 70 persen warga dari 125 kepala keluarga di Mojo Kulon mengikuti usahanya.
“Sekarang tinggal lebih kurang lima orang yang masih membudidayakan jamur janggel di dusun Mojo Kulon, yang lain sudah tidak lagi dan medianya dibiarkan mangkrak,” kata Aminnudin, di Banjarejo, Senin (21/1/2019).
Padahal, pada awalnya, kata dia, warga mencari janggel jagung hingga ke luar desa setempat untuk media budidaya jamur.
“Pengepulnya hanya satu orang. Pertama harga per kilogram Rp25.000,00. Kemudian turun menjadi Rp22.000,00/kg, Rp20.000,00/kg, Rp18.000,00/kg dan sekarang ini Rp14.000,00/kg. Penurunan harga itu berlangsung hingga lebih kurang satu tahun. Sehingga warga menilai tidak untung, lantas ditinggalkan,” jelasnya.
Menurutnya, selama budidaya itu dilakukan sudah beberapa kali didatangi peminat budidaya jamur janggel dari luar kecamatan, yaitu kecamatan Kunduran, Jati, Ngawen. Todanan, Jepon dan Japah.
“Mereka melakukan studi referensi dan membuat replikasi budidaya di wilayah kami,” katanya.
Dijelaskan lebih lanjut, media budidaya berukuran 1 x 4 meter. Dalam media itu diisi janggel jagung 4 hingga 5 karung, kemudian ditabur ragi 7 butir (satu pes plastik), bekatul 5 kg, urea 2 kg, terpal plastik dan papan.
“Pertama, perlu menyiapkan tempat untuk menumpuk janggel jagung tersebut dengan membuat kotak dari papan yang telah disediakan tadi dengan ukuran 1× 4 meter. Setelah tempat sudah siap digunakan menumpuk janggel jagung dengan tinggi lebih kurang 15 cm, terlebih dahulu di alasi tempat penumpukan dengan karung goni agar lembab,” jelasnya.
Jamur ini bisa dipanen ketika sudah berumur kurang lebih 14 hari dari terahir proses pembuatan tersebut. Panen bisa dilakukan pagi atau sore hari jika bentuk jamur sudah seperti jamur kedelai, berbentuk bulat.
“Bisa dipanen lebih kurang 25 kali dalam satu media,” katanya.
Ketua BPD Banjarejo, Sarpan, mengemukakan, budidaya jamur janggel di wilayah desanya sudah diajukan ke pemerintah desa dan pernah mendapatkan pelatihan pembuatan makanan berbahan jamur janggel. Salah satunya membuat crispy.
“Kemudian, karena istri saya jualan jajanan di pasar. Dicoba untuk membuat, tetapi tidak laku. Padahal per bungkus Rp1.000,00. Ya akhirya saya makan sendiri bersama anak-anak,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Hastati, salah seorang tenaga ahli teknologi tepat guna Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang bertugas di Blora mengemukakan, perlu teknis dan pemasaran dengan manajemen yang lebih baik.
“Sebenarnya sangat prospektif dikembangkan. Mungkin perlu membangkitkan kembali semangat para pembudidaya jamur janggel ini dengan manajemen yang baik dan produk kemasan yang lebih menarik,” kata Hastati.
Selain itu, aneka produk makanan dengan bahan yang sama perlu didapatkan melalui kelompok.
“Yang lebih penting pangsa pasarnya ditingkatkan dan diperluas dengan melakukan promosi yang tepat sasaran,” ujarnya.(Ag/Tgh)