Alasan Belajar Online Ternyata Main Game
Achlif saat memberi sambutan |
Apdesinews.com – Pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan memberikan dampak negatif bagi anak dari risiko putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran hingga penurunan kesehatan mental dan psikis anak-anak hingga lost generation.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi D DRPD Kabupaten Blora, Achlif Nugroho Widi Utomo dalam acara sosialisasi Pembangunan dan Ketahanan Keluarga yang digelar oleh Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Dalduk KB) Kabupaten Blora yang bekerjasama dengan Petanesia Blora di desa Sumberejo, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Senin (21/02/2022).
“Anak sekolah lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget-nya untuk bermedia sosial dan bermain game daripada belajar maupun mengerjakan tugas sekolah,” kata Achlif.
Yang tidak kalah mengkhawatirkan, kata Achlif, kualitas pengetahuan dan moral peserta didik sangat rendah akibat dampak negatif penggunaan gadget saat melaksanakan PJJ daring.
“Mereka lebih mengenal dunia media sosial daripada materi pelajarannya. Bahkan pengetahuan mereka terhadap nilai-nilai afektif dan moralitas yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut jauh dari harapan,” ujarnya.
Dengan adanya PJJ selama Pandemi COVID-19 ini, Achlif mengakui, belajar Online dijadikan sebuah alasan anak untuk bermain game.
“Alasanannya belajar atau mengerjakan tugas online, ternyata main game,” terang Achlif.
Di masa PJJ, politikus PPP ini mengakui pentingnya peran pendampingan orang tua pada anak-anak. Sebab, pendampingan yang sesuai bisa meminimalisir risiko learning loss pada anak-anak.
Namun, kata Achlif, ada banyak kendala yang dirasakan orang tua saat pandemi COVID-19, seperti kurangnya waktu dan keterampilan mengenai pendidikan.
Lebih parah lagi, tambah Achlif, tugas anak yang mengerjakan orang tua.
“Peran orang tua memang penting dalam mendampingi PJJ ini. Tetapi, ada orang tua yang bisa mendamping, ada yang nggak bisa karena, satu, orang tua bekerja, dan kedua, orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mendampingi putra putri saat belajar,” tutur Achlif.
Oleh sebab itu, Achlif berharap pembelajaran tatap muka secepatnya melaksanakan agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut. Dia khawatir jika lambat mendapat penanganan akan berdampak hancur dan rusaknya moral peserta didik.**